Salahkan judul di atas? Bukankah sudah sejak beberapa tahun lalu teknologi pertelevisian sudah serba digital? Lalu, mengapa baru dikatakan sekarang sejarah televisi digital baru saja dimulai?
Kerancuan seperti ini bukanlah suatu hal yang aneh. Pengertian digital tidak bisa dilihat hanya dari bentuk luarnya. Apalagi mengingat perangkat TV jenis baru, baik yang menggunakan layar plasma maupun LCD, pasti sudah sarat dengan sirkuit elektronik digital.
Sudah sejak tiga tahun lalu orang bisa menonton tayangan TV melalui telepon seluler yang harganya relatif tidak mahal. Padahal, semua orang tahu, telepon seluler sudah beroperasi secara digital.
Apakah ini juga bisa disebut perangkat digital? Tentu tidak. Perangkat itu tidak serta-merta bisa disebut TV atau telepon seluler TV digital. Sebab, pada dasarnya, pesawat TV baru yang bahkan bisa membuka berkas digital yang terdapat pada kartu memori atau USB masih menangkap siaran TV secara analog.
Migrasi teknologi analog ke digital ini tidak hanya sekadar mengikuti perkembangan baru, tetapi lebih pada upaya efisien- si penggunaan pita frekuensi (bandwidth).
Sejarah pertelevisian digital di Indonesia memang baru dimulai secara utuh, terutama sejak peluncuran pesawat TV digital yang pertama pada 9 Juni lalu. Perusahaan elektronik PT LG Electronics Indonesia (LGEIN) sekaligus meluncurkan dua versi TV digital pertamanya di Indonesia, yaitu seri 47LH50YD dan 55LH50YD.
Kedua pesawat TV ini sudah dilengkapi dengan tuner atau penerima siaran digital secara langsung, tidak perlu lagi menggunakan penerima khusus seperti set-top box (STB). Pengguna tinggal menancapkan antena yang biasa digunakan pada TV analog pada port-nya dan proses pemrograman otomatis (autotuning) sudah bisa dilaksanakan sama seperti TV konvensional.
TV digital pertama ini sekaligus menunjang siaran TV digital yang dicanangkan pada 20 Mei lalu, di mana selama ini penangkapan siaran percobaan ini masih menggunakan STB. Untuk siaran tidak berger (fixed reception) ini ditunjuk dua konsorsium, yaitu Konsorsium TVRI-Telkom dan Konsorsium Televisi Digital Indonesia. Secara total, yang mengudara saat ini ada 12 stasiun dan gambar bisa ditangkap di sekitar kawasan Jabodetabek.
”Tuner” ganda
Pada tahap awal masa transisi dari analog ke digital ini tentu akan menyulitkan kalau hanya memproduksi TV yang hanya bisa menerima siaran digital. Apalagi masa transisi itu akan berlangsung sampai tahun 2018. Selama ini siaran digital masih dianggap percobaan dan sebagian besar kanal TV di pita frekuensi UHF masih dipergunakan untuk siaran analog sehingga tidaklah mengherankan jika LGEIN menerapkan dua tuner (penerima) ganda sekaligus. Selain menangkap siaran digital, kedua TV yang diluncurkan juga bisa menangkap siaran analog seperti biasa, pemrograman stasiun TV bisa dilakukan secara otomatis maupun manual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar