Secara arbitrase teritorial, wilayah hidupku tidak lebih dari sepetak objek geografi sempit. Hanya sebuah kamar dan sebagainya berukuran 7x17 meter yang disesaki sebuah meja, kursi, lemari, dan beberapa perabot lain yang jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Penjelajahan spasial hidupku pun hanya terbatas pada jalan-jalan yang kulalui untuk menuju tempat tugas dan warung kelontong yang kadang-kadang diselingi oleh transisi sejenak, bermeditasi dalam ruang pete-pete, ojek, atau becak.
Dan masa-masa hidupku lebih banyak habis dalam kamar sewa. Membaca buku yang itu-itu saja, mendengarkan musik yang juga itu-itu terus, menulis hal yang tidak jauh dari topik yang itu-itu juga, lalu kemudian terlelap hingga hari berganti dengan kegiatan yang itu-itu lagi. Sungguh kehidupan yang sederhana.
Saya tidak terlalu suka bersosialisasi dengan manusia lain karena keberadaan mereka tidak lebih dari gangguan yang mengesalkan. Kebanyakan orang di sekitarku cenderung manipulatif. Mereka suka sekali memanfaatkan orang lain demi kepentingan mereka sendiri. Kucoba untuk bertoleransi dengan kelakuan-kelakuan macam itu, tapi rasanya sulit. Semakin diberikan toleransi, perilaku manipulatif tersebut justru makin menjadi-jadi. Karena itu kuputuskan untuk membatasi pergaulan dengan manusia lain. Untuk mencegah pertemuan dengan orang-orang manipulatif lainnya.
Hanya segelintir orang yang kukenal tidak manipulatif dan semua orang ini memiliki ciri yang sama. Mereka tahu benar, seluas apa wilayah personal mereka. Mereka tidak pernah mau mencaplok wilayah orang lain, atau pun meminta agar wilayahnya digarapkan.
Semua orang punya wilayah pribadinya masing-masing. Jangan pernah melangkah atau meminta masuk ke wilayah orang lain hingga pemiliknya sendiri yang menawarkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar